DAMPAK REKLAMASI PANTAI SINGAPURA
TERHADAP BATAS MARITIM INDONESIA-SINGAPURA


            Perbatasan wilayah negara merupakan manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu negara. 1 Ketidakjelasan batas-batas negara harus dihindari karena akan berinmplikasi pada kedaulatan negara dan juga hubungan antar negara. Pada kenyataannya masih banyak negara-negara yangmenghadapi permasalahan batas negara. Permasalahan ini juga telah lama menjadi halangan dalam hubungan Indonesia-Singapura dan sampai sekarang belum terselesaikan.
            Indonesia dan Singapura dipisahkan oleh laut sehingga batas kedua negara tersebut berupa batas maritime. Permasalahan batas maritime antara Indonesia dan Singapura timbul karena adanya tumpang tindih klaim yang diajukan kedua negara. Berdasarkan pertimbangan pertahanan dan keamanan serta integritas Indonesia sebagai negara kepulauan, maka Indonesia menetapkan lebar lau teritorialnya sejauh 12 mil laut dari garis pangkal. Ketetapan lebar laut territorial ini tertuang dalam Deklarasi Djuanda yang dikeluarkan pada tanggal 13 Desember 1957. Sedangkan Singapura, yang dulunya merupakan daerah jajahan Inggris, dalam menetapkan lebar laut teritorialnya meniru peraturan penetapan lebar laut teritorial Inggris yaitu berdasarkan teori Cornelius. Teori Cornelius menetapkan lebar laut teritorial suatu negara sejauh jangkauan rata-rata tembakan meriam yaitu 3 mil laut. Singapura mengeluarkan penetapan lebar laut teritorialnya sejauh 3 mil laut dari garis pangkal juga sejak tahun 1957. Tumpang tindih klaim lebar lau territorial yang diajukan Indonesia dan Singapura terjadi karena lebar laut yang memisahkan kedua negara kurang dari 15 mil dari garis pangkal masing-masing negara.
            Singapura sendiri melakukan reklamasi pantai sejak tahun 1962. Reklamasi pantai tersebut dilakukan karena luas wilayah daratannya yang sempit, untuk mengantisipasi perkembangan penduduk dan pertimbangan ekonomi dan bisnis. Reklamasi pantai yang dilakukan hampir seluruh wilayah Singapura telah berhasil memperluas wilayah daratannya. Bila pada waktu merdeka luas Singapura hanya 581 km², pada tahun 2000 luas wilayah daratannya telah mencapai 766 km². Reklamasi pantai yang dilakukan Singapura tersebut berdampak pada penentuan batas maritim Indonesia-Singapura. Reklamasi tersebut dapat menyebabkan batas maritim Indonesia-Singapura bergeser ke arah selatan. Menurut hokum internasional, hal ini dimungkinkan karena batas maritime kedua negara belum selesai ditentukan dan dimungkinkannya Singapura menggunakan titik pangkal baru dari daratan hasil reklamasinya dakam penentuan batas maritim tersebut. Sedangkan batas maritim bagian tengah yang telah ditetapkan secara de jure tidak akan bergeser karena perjanjian tentang batas negara bersifat final dan tidak dapat dirubah.
            Ketidakjelasan batas negara Indonesia-Singapura mengakibatkan tidak jelasnya batas-batas kedaulatan antar kedua negara. Sebagai negara yang memiliki kedekatan letak geografis dan untuk menjaga hubungan bilateral mereka, kedua negara tidak ingin permasalahan ini menjadi konflik terbuka sehingga keduanya sepakat untuk menyelesaikan masalah sengketa ini dengan cara damai, yaitu melalui perundingan bilateral untuk pertama kalinya pada tahun 1973 untuk menyelesaikan persoalan batas maritime tersebut. Pada perundingan tersebut hanya berhasil menetapkan batas maritim Indonesia-Singapura bagian tengah saja, dengan Pulau Nipah sebagai media line-nya. Dalam perundingan tersebut Indonesia dan Singapura juga sepakat akan mengadakan perundingan lanjutan untuk menyelesaikan batas maritim kedua negara bagian timur dan barat. Tapi setelah perundingan tahun 1973 itu, perundingan bilateral menetapkan batas laut bagian timur dan barat tidak segera diselenggarakan karena dalam hal ini pemerintah Singapura selalu saja menghindar bila diajak berunding tentang masalah ini.
            Reklamasi pantai yang telah berhasil memperluas wilayah daratan Singapura, dirasakan Indonesia sebagai ancaman terhadap batas maritime kedua negara. Indonesia mengkhawatirkan batas maritime kedua negara akan bergeser kea rah selatan, yang artinya akan mengurangi wilayah perairan Indonesia. Dikarenakan perluasan wilayah tersebut telah menyebabkan hilangnya titik-titik pangkal Singapura yang lama sehingga Singapura dapat menggunakan titik-titik pangkal yang baru hasil reklamasi dalam penyelesaian batas maritim Indonesia-Singapura. Berdasarkan UNCLOS 1982 pasal 11, Singapura juga dapat menggunakan instalasi pelabuhan permanen yang dibangunnya sebagai titik pangkal dalam pengukuran batas maritimnya. Hal ini semakin memperkuat kekhawatiran Indonesia akan terjadinya pergeseran batas maritim Indonesia-Singapura ke arah selatan bila Singapura menggunakan titik pangkal yang baru. Tujuan proyek reklamasi sendiri adalah untuk memperoleh lahan pertanian, memperoleh lahan untuk pembangunan gedung atau untuk memperluas kota, ataupun ubntuk sarana transportasi. Proyek reklamasi umumna menyangkut wilayah laut, baik laut dangkal maupun dalam.
            Penentuan batas maritim bagian timur dan barat yang belum terselesaikan sampai sekarang dikarenakan adanya faktor-faktor penghambat yang dihadapi pemerintah Indonesia, masalah penanganan perbatasan mendapat hambatan dari berbagai aspek:
1.      Aspek hukum, yaitu belum adanya pegangan dan pengaturan yang jelas dan menyeluruh tentang batas Indonesia dengan negara-negara lain.
2.      Aspek politik, yaitu permasalahan yang muncul mengenai batas negara adalah belum  tuntasnya perundingan bilateral antar pemerintah Indonesia dengan negara-negara tetangganya, khususnya penarikan titik-titik koordinat  yang menjadi pangkal dalam pengukuran batas negara dan batas kedaulatan masing-masing negara.[1]
3.      Aspek teknis, yaitu acuan-acuan teknis survey pemetaan masih bersifat parsial, akibatnya memerlukan waktu koordinasi yang panjang dan berbelit. Dinas Hidro-Oseanografi Angkatan Laut telah melaksanakan survey pemetaan sejak tahun 1989 hingga tahun 1995.

            Ada juga dampak reklamasi pantai Singapura bagi Singapura sendiri. Reklamasi ini tidak hanya mengakibatkan pertambahan wilayah daratannya, namun juga mengakibatkan bergesernya jalur laut Singapura kea rah selatan. Selain itu, reklamasi pantai Singapura juga telah menghilangkan titik-titik pangkal yang digunakan Singapura dalam mengukur lebar wilayahnya.

Dalam kasus reklamasi pantai Singapura ini penulis beropini bahwa seharusnya Indonesia meningkatkan faktor-faktor yang terdiri dari aspek hokum, aspek politik, dan aspek teknis agar senantiasa menjaga daerah perbatasan Indonesia agar tidak lagi terkena dampak reklamasi seperti yang sudah terjadi.


[1] Ibid, hal V

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Poros Maritim Dunia